Halaman

Senin, 05 September 2011

22. KITAB YANG MENSUNNAHKAN SEDEKAP KETIKA I'TIDAL

1. ثُمَّ اْلإِعْتِدَالُ الْوَاجِبُ أَنْ يَعُوْدَ بَعْدَ رُكُوْعِهِ إِلَى الْهَيْئَةِ الَّتِيْ كَانَ عَلَيْهَا قَبْلَ الرُّكُعِ سَوَاءٌ صَلاَّهَا قَائِمًا أَوْ قَاعِدًا
Kemudian I’tidal yang wajib itu, hendaklah mengembalikan setelah ruku’nya kepada sikap yang sama sebagaimana yang dilakukan sebelum ruku’, baik shalatnya dengan berdiri ataupun duduk. (Kifayatul Akhyar I:67 bab shalat)

2. وَ رَدَّهُمَا مِنَ الرَّفْعِ إِلَى تَحْتِ الصَّدْرِ أَوْلَى مِنْ إِرْسَالِهِمَا
Mengembalikan kedua tangan setelah diangkat (bangun dari ruku’) ke bagian bawah dada, lebih utama daripada menggantungkannya lurus ke bawah. (Fathul Mu’in I:119, Bab Shalat)
 
3. فَأَقِمْ صُلْبَكَ حَتَّى تَرْجِعَ الْعِظَامُ ) أَيِ الَّتِيْ انْخَفَضَتْ حَالَ الرُّكُوْعِ تَرْجِعُ إِلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ حَالُ الْقِيَامِ لِلْقِرَاءَ ةِ وَ ذَلِكَ بِكَمَالِ الْإِعْتِدَالِ
(Maka luruskanlah tulang punggungmu sehingga tulang-tulang itu kembali ke semu-la), yaitu hingga kembali tulang-tulang yang menurun (membungkuk) sewaktu dalam keadaan ruku’ kepada keadaan semula sewaktu dalm sikap berdiri membaca al fati-hah dan ayat. Dan begitulah I’tidal yang sempurna. (Subulus Salam I:160, Bab Shalat)

4. (وَ سُئِلَ) نَفَعَ اللهُ بِعُلُوْمِهِ وَ مَتَّعَ بِوُجُوْدِهِ الْمُسْلِمِيْنَ هَلْ يَضَعُ الْمُصَلِّيْ يَدَيْهِ حِيْنَ يَأْتِيْ بِذِكْرِ الْإِعْتِدَالِ كَمَا يَضَعُهُمَا بَعْدَ التَّحَرُّمِ أَوْ يُرْسِلُهُمَا ؟ (فَأَجَابَ) رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِقَوْلِهِ اَلَّذِيْ دَلَّ عَلَيْهِ كَلاَمُ النَّوَوِيْ فِيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ أَنَّهُ يَضَعُ يَدَيْهِ فِي الْإِعْتِدَالِ كَمَا يَضَعُهُمَا بَعْدَ التَّحَرُّمِ
Artinya: Telah ditanya (yakni Ibnu Hajar AL Haitami), (semoga Allah SWT membe-rikan kemanfaatan dan keberkatan kepada kaum muslimin dengan ilmu-ilmunya dan keberadaannya)………Apakah orang yang shalat itu meletakkan kedua tangannya ke-tika berdiri I’tidal sebagaimana meletakkannya setelah takbiratul ihram, ataukah menggantungkannya lurus ke bawah? Maka beliau menjawab dengan menunjukkan penjelasan Imam Nawawi dalam kitab syarhil Muhaddzab, sesungguhnya beliau me-letakkan kedua tangannya di waktu berdiri I’tidal, sebagaimana meletakkannya setelah takbiratul ihram. (Al Fatawa al Kubra Al Fiqhiyah 1:39, bab shalat.)

5. وَ الْإِعْتِدَالُ الْوَاجِبُ هُوَ أَنْ يَعُوْدَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ إِلَى الْهَيْئَةِ الَّتِيْ كَانَ عَلَيْهَا قَبْلَ الرُّكُوْعِ سَوَاءٌ صَلَّى قَائِمًا أَوْ قَاعِدًا
Dan I’tidal yang wajib itu, bahwa hendaklah mengembalikan setelah ruku’nya kepa-da sikap yang sama sebagaimana yang dilakukan sebelum ruku’, baik shalatnya de-ngan berdiri ataupun duduk. (Syarhul Muhadzdzab III:416 Bab Shalat)

Dari dalil-dalil di atas, dapat dipahami bahwa posisi tangan di waktu berdiri setelah takbiratul ihram, setelah ruku’ pertama pada shalat gerhana, dan berdiri setelah sujud tilawah, begitu juga setelah bangun dari sujud kedua dan berdiri setelah duduk at tahiyyat awwal adalah dengan “MELETAKKAN TANGAN KANAN DI ATAS TANGAN KIRI DI DADA”.